Mencoba berbagi. Kali ini berbagi pengalaman menemani istri pada proses persalinan anak pertama. Pengalaman yang tidak akan terlupakan. Karena ini yang pertama dan semoga bukan yang terakhir.
Manusia selalu memiliki target dalam hidupnya. Setelah memenuhi target menggenapkan setengah agama. Tentu target berikutnya adalah memiliki anak. Anak adalah sebuah amanah dari Allah SWT.
Persiapan Kelahiran
Sebagai suami istri pasti kita ingin proses persalinan bayi kita berjalan normal. Maka banyak hal yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Mulai dari mengetahui bagaimana posisi bayi dengan selalu cek up minimal 1 bulan sekali, kemudian senam hamil, bahkan sampai yoga hamil, itulah beberapa ikhtiar yang istriku lakukan demi memperlancar persalinan normal.
Sebagai seorang suami yang dilakukan tidak hanya sekedar mengantarkan istri. Tapi juga memberikan support maupun semangat dan juga mengikuti aktivitas-aktivitas yang dilakukan istri tadi dengan tujuan ketika proses persalinan nanti suami bisa mendampingi dengan tenang dan sabar bahkan juga bisa membantu istrinya. Setelah aku mengikuti beberapa kegiatan istri, ternyata banyak sekali gerakan senam ataupun yoga yang membutuhkan bantuan suami dalam melakukannya.
Itu baru satu hal. Hal lainnya adalah bagaimana seorang suami harus memiliki energi positif dari dirinya untuk selalu men-support dan memotivasi sang istri ketika persalinan. Ketika proses persalinan terjadi, kita akan menghadapi seorang istri yang tidak bisa berfikir jernih. Saat itulah sang suami harus setia menemaninya, memegang tangannya dan memberikan semangat bahwa si buah hati tidak sabar untuk segera hadir menemui kedua orang tercintanya.
Proses Persalinan
10 Januari 2018 Pukul 22.00 WIB usia kandungan sudah memasuki 38 Minggu. Istriku sudah merasakan kontraksi yang teratur dan konstan. Biasanya dengan beberapa gerakan yoga, kondisinya akan membaik dan nyaman kembali. Hanya satu yang membuat istriku nyaman adalah duduk di gymball. Sebagai informasi, gymball adalah alat yang sangat membantu proses persalinan ketika sang Ibu sudah mulai kontraksi teratur atau pembukaan.

Pukul 24.00 WIB, kontraksi belum juga reda, tidak bisa dipaksa tidur dan sekali lagi istriku hanya bisa duduk di gymball. Akhirnya aku berinisiatif konsultasi ke bidan tempat istriku biasa cek up kehamilan rutin. Bintaro Woman and Children Clinic. Alhamdulillah disana buka 24 jam.
Aku sampaikan ke bidan bahwa kontraksi istriku sudah konstan selama 2 jam tiap 5-10 menit. Bidan pun menganjurkan untuk dibawa saja ke klinik untuk di cek secara langsung. Oke, tidak sampai 10 menit aku dan istri langsung bergegas menuju klinik. Memang sebelumnya kita sudah menyiapkan peralatan dan barang-barang apa saja yang perlu dibawa saat proses persalinan nanti. Seperti baju bayi, kain bedong, selimut, sabun, popok dan segala peralatan bayi. Tidak ketinggalan baju Ibu dan Ayah dan peralatan lainnya seperti sabun, sarung, dll.

Di jalan menuju klinik, aku dan istri selalu menghitung jarak kontraksi sebagai informasi untuk disampaikan ke bidan nanti. Sesampainya diklinik, ternyata kliniknya penuh. Ada 2 orang yang menginap, 1 orang baru caesar dan 1 orang lagi baru dikuret. Oleh karena itu istriku langsung ditempatkan diruang praktek dokter, tak lama ia dipasangkan alat untuk menganalisa kontraksi dan gerakan bayi didalam perutnya oleh bidan. Alat itu dipasangkan melingkari perut dan istriku juga diberikan tombol penanda kalau bayi dalam perutnya bergerak.
Alat tersebut dipasangkan selama 30 menit. Sebenarnya aku tidak tega karena aku melihat istriku sudah sangat kesakitan, jadi kami memutuskan untuk mensetel Mp3 Al-Quran Surat Ar-Rahman untuk menenangkan istri dan bayi didalamnya.
Setengah jam kemudian hasil print lengkap analisa keluar kemudian bidan datang untuk mengecek pembukaan istriku. Setelah di cek ternyata sudah pembukaan satu, tapi jarak kontraksinya sangat pendek (setiap 2-5 menit). Jadi disarankan oleh bidan untuk tetap stand by di klinik.
Tidak Semua Proses Sama
Dalam beberapa kasus, pada proses persalinan ketika masih pembukaan satu, para ibu mungkin masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan dipersilahkan pulang. Tapi istriku sudah tidak bisa melakukan apapun kecuali duduk di gymball. Itu karena saking pendeknya jarak kontraksi dan sakitnya yang luar biasa. Jadi bidan menyarankan untuk tetap stand by diklinik.
Kamis, 11 Januari 2018 Pukul 02.00 WIB Istriku dipindahkan ke ruang persalinan. Kontraksi yang dirasakan tidak kunjung mereda. Setelah shalat subuh aku masih menemani istri yang hanya bisa duduk di gymball, sedang aku memegang tangannya dari ranjang. Setiap kontraksi genggaman itu akan semakin kencang. Aku selalu berdoa kepada Allah semoga proses ini dilancarkan dan dimudahkan.
Menjelang fajar, seorang bidan masuk ke ruang persalinan. Sekedar info diruang persalinan ada dua ranjang dan satu kamar mandi. Maklum ini awalnya rumah yang dijadikan klinik, jadi standard ruangannya bukan standard Rumah Sakit walaupun masih nyaman. Bidan tersebut membawa bayi yang baru lahir sehari yang lalu melalui proses cesar. Bidan tersebut memandikannya.
Aku dan istri menyaksikan proses tersebut. Lalu akupun berbisik kepada istriku.
“Sebentar lagi ya sayang kita bisa ketemu kakak bayi”. Istriku pun membalas dengan senyuman sambil masih menahan rasa sakitnya kontraksi.
Pukul 10.00 WIB pada hari tersebut kebetulan memang jadwal istri untuk cekup kehamilannya. Memang kehamilan di atas usia 35 minggu diwajibkan cek up seminggu sekali untuk memantau kondisi dan posisi bayi. Saat cek-up rutin alhamdulillah, posisi kepala bayi sudah dibawah, kondisi baik dan alhamdulillah sudah masuk pembukaan dua. Dokter pun memberikan saran agar istriku tetap stand by di klinik karena kontraksinya yang konstan dan cukup tinggi intesitas gerakan bayi didalam perut.
Pesan dari dokter yang akrab disapa dr. Mela, “Proses kontraksi itu bagus. Ibu harus positif karena dari pikiran positif itulah yang membuat bukaan akan semakin lancar dan mudah untuk kemudian bayi menemukan jalan keluar. Semakin tinggi tingkat kontraksi, berarti si adik ingin segera keluar bertemu dengan kedua orang tuanya. Jadi harus positif ya bu”. Ujar dr. Mela.
Siangnya kami dipindah ke kamar inap dilantai dua. Dengan tujuan agar istriku lebih rileks dan bisa istirahat dengan tenang. Karena memang di kamar bersalin kasurnya lebih keras dan tidak nyaman. Istriku pun mencoba beristirahat, namun selalu gagal. Mencoba posisi seperti apapun selalu sakit, hanya duduk di gymball yang membuatnya nyaman. Yah pada akhirnya istriku juga tidak bisa istirahat dengan maksimal.
Hal Yang Melancarkan Persalinan
Aku pun berusaha membuat istriku nyaman dengan beberapa hal. Membelikan makanan kesukaannya, menyiapkan tontonan favoritnya walaupun sesungguhnya dia sama sekali tidak berminat terhadap semua itu. Bahkan whatsapp saja tidak ada yang dibalas. Sebagai informasi, membuat istri nyaman dan senang pada proses melahirkan seperti ini akan membantu melancarkan pembukaannya. Walaupun ada beberapa kondisi sang ibu tidak akan peduli akan hal itu, ada baiknya kita sebagai suami selalu siaga dan mempersiapkan hal tersebut. Misal seperti makanan yang istri sukai, bacaan atau film favorit dan lain sebagainya.
Sore hari istriku mencoba untuk mandi supaya badan lebih segar dan fit. Setelah mandi kedua orang tua kami datang. Sekedar menjenguk dan memberikan semangat. Mengingatkan beberapa hal yang sempat terlupa. Salah satunya selalu berdzikir. Kehadiran kedua orang tua sangat membantu kami terutama dari sisi psikologis. Mereka berbagi pengalaman, memberikan semangat dan yang paling utama mengiringi proses persalinan ini dengan doa. Doa orang tua lah yang membukakan pintu langit.

Setelah mereka pulang, kami pun kembali berjuang berdua. Berpegang tangan. Kontraksi yang belum berhenti. Istriku masih kuat dan aku yakin dia sangat kuat. Saat kontraksi kembali memuncak aku memanggil bidan untuk mengecek kondisi istriku. Saat bidan mengecek, alhamdulillah sudah masuk bukaan tiga.
Waktu pun berlalu. Pukul 22.00 WIB. Kontraksi tidak kunjung reda, istriku sudah mulai kehabisan tenaga. Akupun sudah mulai tidak kuat menahan kantuk. Selain tidak banyak makanan yang masuk, kami belum tidur sejak kemarin. Istriku sudah mulai menyerah dan berfikir untuk melakukan cesar. Aku kemudian mengingat komitmen kami agar aku mengingatkan dan memberikan semangat untuk tetap percaya kalau proses persalinan ini bisa berjalan secara normal.
Pukul 22.30 WIB kontraksi kembali mencapai puncaknya, aku melaporkan kebidan dibawah dan mereka mengajak istriku untuk turun untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut. Sesampainya dibawah, istriku yang sudah melihatku sangat lelah memintaku untuk tidur di atas. Aku pun menurut karena memang aku merasa lelah. Namun ketika sudah sampai di atas aku berfikir. Suami macam apa yang tega hanya memikirkan lelahnya sendiri ketika istri sedang berjuang antara hidup dan mati demi anak kami. Akhirnya aku turun kembali dan memaksa diri melawan lelah demi menemani istriku.
Setelah bidan melakukan pengecekan ternyata posisi pembukaan masih dipembukaan tiga. Sudah 24 jam lebih tapi baru pembukaan tiga. Dalam beberapa kasus memang pembukaan satu sampai empat maksimal bisa mencapai seminggu. Namun yang aku khawatirkan adalah kontraksi yang di alami istriku sangat menyakitkan sehingga membuatnya tidak bisa istirahat sama sekali. Andai bisa istirahat mungkin kami akan lebih santai dan tenang.
Kemudian aku buang air ke kamar kecil. Setelah kembali menemani istriku bidan menginformasikan bahwa ada cairan berwarna kehijauan yang keluar dari kemaluan istriku. Bidan menyampaikan kalau itu adalah cairan ketuban, tapi seharusnya warnanya tidak hijau. Akhirnya bidan melaporkan hal tersebut ke dr. Mela untuk memutuskan tindakan selanjutnya. Sebenarnya aku pribadi agak khawatir karena ketuban sudah mulai remberse sedangkan ini masih dipembukaan ketiga. Namun aku mencoba untuk tenang agar istriku tidak cemas.
Sebuah Keputusan
Tidak berapa lama bidan datang mengabarkan hasil diskusinya dengan dr. Amelia. Bidan menyampaikan air ketuban yang keluar berwarna hijau tadi sudah tercampur dengan kotoran bayi didalam rahim. Kalau terlalu lama dibiarkan takutnya bayi didalam akan makan dan minum kotoran tersebut yang bisa mengakibatkan keracunan nantinya.
Pertimbangan lain kenapa harus cesar adalah berat bayi saat di USG sekitar 3,8 kg. Karena masih 50:50 apakah bisa normal atau tidak. Akhirnya dr. Mela merekomendasikan untuk dilakukan cesar segera.
Saat itu pukul 23.30 WIB. Istri memandangku. Ia takut. Bukan karena takut operasi tapi takut aku marah karena harus cesar. Ya Allah mana mungkin aku berfikir seperti itu. Setelah semua proses yang telah kita jalani bersama tapi di akhirnya harus operasi cesar berarti memang itu sudah jalan takdir Allah. Aku yakinkan istriku bahwa inilah yang terbaik.
Setelah bertanya beberapa hal tentang cesar kepada bidan dan bidan pun meyakinkan bahwa ini adalah jalan yang terbaik akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan proses ini dengan operasi cesar. Aku langsung bergegas untuk mengepak barang-barang dikamar dan bidan menyiapkan surat rujukan cesar ke Rumah Sakit Hermina Ciputat.
Sebagai informasi tambahan, selain prakter di BWCC dr. Mela juga praktek di Rumah Sakit Hermina Ciputat. Aku dan istri memang sudah mempersiapkan situasi seperti ini. Kami memastikan rujukan dari klinik BWCC ini terutama di dokter yang melayani kami cek up rutinnya. Jadi saat situasi seperti ini kami tidak terlalu panik dan bingung. Oiya siapkan juga asuransi, baik dari pemerintah (BPJS) maupun swasta.

12 Januari 2018 Pukul 01.00 WIB. Kami sampai di Rumah Sakit Hermina Ciputat diantar dengan ambulance dari BWCC. Sesampainya disana bidan dari BWCC mengantarkan kami sampai lantai operasi di bagian registrasi. Setelah itu aku yang melanjutkan administrasinya. Alhamdulillah jam segini administrasi sepi jadi aku tidak perlu mengantri. Registrasi selesai, obat-obat kebutuhan operasi pun sudah aku antarkan ke admin.
Dikamar tunggu sebelum operasi aku melihat istriku terbaring. Masih menahan sakit tapi Alhamdulillah sudah bisa berbaring. Ia baru pertama kali akan menjalani operasi dan aku tidak bisa menemani di proses yang sangat penting ini. Sedih rasanya. Hanya bisa berdoa semoga Allah melancarkan semuanya. Aamiin.
Saat dokter dan ahli anestesi sudah siap maka istriku di bawa suster ke ruang operasi. Deg degan rasanya. Berharap semuanya lancar dan bisa segera bertemu istriku. Aku melepasnya dengan senyuman begitupun istriku.
Skenario Terbaik Dari Allah
01.30 WIB. Aku duduk diruang tunggu. Hanya bisa menunggu. Ada makanan tapi tidak kumakan. Aku tidak merasakan lapar sama sekali. Waktu terasa lama. Resah menghantui. Aku berjalan turun. Mencari mushola. Mengambil Air Wudhu. Shalat. Menghadap Allah. Bersyukur. Inilah proses terbaik dari-Nya.

02.30 WIB. Aku kembali ke ruang tunggu. Menunggu. Resah. Berdzikir. Menenangkan.
03.15 WIB. Yang ditunggu akhirnya datang. Suster memanggilku.
“Bapak Adi, suami Ibu Dinna” Panggil Suster. Saat itu hanya aku seorang di ruang tunggu depan.
Aku langsung berlari. Kemudian suster mengarahkanku ke sebuah ruangan. Disitu pertama kali aku melihat anakku. Seorang anak yang cantik. Garis mata, alis, bibir, tangan, kaki semuanya aku lihat detail. Alhamdulillah anakku telah lahir dengan selamat dan sehat.
“Alhamdulillah udah lahir ya, beratnya 3,3 kg dan panjangnya 50 cm pak.” Tanpa sadar dr. Mela disampingku.
“Alhamdulillah. Makasih banyak dr. Mela. Beratnya lebih kecil dari prediksi awal ya hehe” Jawabku. Memang prediksi awal beratnya adalah 3,8 kg.
Tidak berapa lama aku melihat istriku terbaring diranjang didorong menuju ruang tunggu operasinya sebelum dipindahkan kekamar inap. Nanti jam 08.00 baru istriku dipindahkan kekamar inap.
Karena baru operasi istriku tidak diperbolehkan turun dari ranjang. Bahkan untuk duduk pun tidak boleh. Karena bekas jahitannya belum kering.
Inisiasi Menyusui Dini
Setelah istriku sampai diruangan dan anakku juga dibawa keruangan yang sama kami melakukan IMD (inisiasi menyusui dini). IMD sendiri merupakan proses di mana bayi yang baru lahir diletakkan di atas dada sang ibu, sehingga ia terdorong secara alami untuk mencari puting susu ibu lalu kemudian menyusu.
Alhamdulillah sebelumnya dr. Mela sudah melakukan IMD diruang operasi. Tapi aku dan istri melakukannya untuk makin memperkuat ikatan Ibu dan Bayi. Banyak sekali manfaat IMD silahkan baca disini. IMD ini bukan hanya penting diketahui Ibu namun Ayah dan calon Ayah sangat penting untuk mengetahuinya.
Semua biaya Ibu di Rumah Sakit Hermina di cover oleh BPJS Kesehatan. Walaupun ada beberapa obat yang tidak dicover tapi jumlahnya tidak besar. Namun karena bayi juga menginap dirumah sakit bersama Ibu jadi ada biaya perawatan rutin. Selama 3 hari nilainya sekitar Rp. 1,3 Juta.
Sebenarnya bayi juga bisa di cover BPJS. Namun pengurusan BPJS yang langsung 4 jam selesai harus dikantornya. Jadi setelah lahir kita akan mendapatkan surat keterangan lahir dari Rumah Sakit, surat inilah yang bisa menjadi pengantar pembuatan BPJS.
Demikian yang bisa aku share dari pengalaman menemani istri selama persalinan. Semoga bermanfaat !